Tanda Hari Kiamat
I’tiqad Muhammadiyah tentang Tanda Tanda Hari Kiamat
Muhammadiyah berpendapat tanda tanda hari kiamat haruslah diterangkan dan dijelaskan oleh dalil dalil Al Quran dan Hadist Hadist yang Mutamatir.
Jika hal tersebut tercantum dalam Al Quran, maka kita wajib meyakininya dan mengimaninya, hal ini sesuai dengan Manhaj Muhammadiyah menyangkut bahwa jika sesuatu hal itu menyangkut i’tiqad atau keyakinan maka dalilnya harus mutawatir.
Turunnya Nabi Isa a.s. pada akhir zaman, tidak diterangkan oleh al-Qur’an dan juga oleh hadis-hadis yang mutawatir tetapi oleh hadis shahih saja. Di dalam al-Qur’an surat Ali Imran (3) ayat 55 Allah swt berfirman:
Artinya: “(ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai Isa, Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku …” [QS. Ali Imran (3): 55]
Sehubungan dengan ayat ini, sebahagian mufassir / para ulama berpendapat dengan mena’wilkan ayat tersebut dengan apa yang diistilahkan mereka dengan “taqdim ta’khir” (mendahulukan dan mengemudiankan), diberikan arti sebagai berikut:
إِنِّي رَافِعَكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمُتَوَفِّيكَ بَعْدَ أَنْ تَنْزِلَ مِنَ السَّمَاءِ، أَيْ أَنَّهُ رَفَعَهُ إِلَى السَّمَاءِ حَيًّا بِجِسْمِهِ وَرُوحِهِ وَسَيَنْزَلُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ، فَيَحْكُمُ بِشَرِيعَةِ الإِسْلاَمِ ثُمَّ يُمِيتُهُ اللهُ.
Artinya: “Sesungguhnya Aku (Allah) mengangkatmu kepada-Ku, mensucikanmu dari (tipu daya) orang-orang kafir dan (Aku) mewafatkan kamu sesudah kamu turun dan langit,” artinya bahwasannya Allah mengangkatnya ke langit dalam keadaan hidup jasad dan ruhnya dan kelak dia akan turun pada akhir zaman, lalu dia menghukum dengan syariat Islam kemudian Allah mematikannya.
Pendapat ini untuk menampung sejumlah hadis shahih yang mengatakan bahwa Isa a.s. akan turun ke bumi pada akhir zaman, sekalipun hadis-hadis itu tidak sampai kepada derajat mutawatir.
Baca Juga : Nama Nama Nabi Dalam Islam
Adapun sebahagian mufassir / ulama yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan perkataan “التوفى” (diwafatkan) adalah الأَمَاتَةُ اْلعَادِيَةُ yang artinya kematian biasa (fisik).
Sedangkan “الرفع” adalah رَفْعُ الرُّوحِ وَاْلمَكَانَةِ لاَ اْلمَكَانَ كَمَا قَالَ تَعَالَى فَي شَأْنِ إِدْرِيسَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ: وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًا , yang artinya pengangkatan ruh (Isa) dan kedudukannya, bukan tempat (dalam arti fisik) sebagaimana firman Allah swt mengenai keadaan Nabi Idris a.s.: “Dan telah kami angkat dia (Idris) dalam kedudukan yang tinggi (mulia)
Dalam masalah Isa a.s. ini Muhammadiyah condong kepada pendapat yang kedua dan memandang tidak perlu adanya “taqdim dan ta’khir”, karena tidak ada kerumitan dalam memahami ayat 55 surat Ali lmran di atas, dengan meminjam ucapan pengarang Tafsir al-Manar:
إِنَّ مُخَالَفَةَ التَّرْتِيبِ فِي الذِّكْرِ لِلتَّرْتِيبِ فِي اْلوُجُودِ لاَ يَأتِي فِي اْلكَلاَمِ الْبَلِيغِ إِلاَّ لِنَكْتَةٍ، وَلاَ نَكْتَةَ هَذَا لِتَقْدِيمِ التُّوُفِّيِ عَلَى الرَّفْعِ إِذْ الرَّفْعُ هَوَ اْلأَهَّمُ لِمَا فِيهِ مِنَ اْلبِشَارَةِ بِالنَّجَاةِ وَرِفْعَةِ اْلمَكَانِ.
Artinya: “Bahwa perbedaan tertib (urutan) dalam sebutan itu untuk memberi pengertian tertib dalam wujudnya tidak tampil dalam perkataan yang baligh kecuali karena ada kerumitan, dan di sini tidak ada kerumitan untuk mendahulukan kematian atas pengangkatan, justru pengangkatan itu yang lebih penting karena di dalamnya mengandung berita gembira dengan kemenangan dan tinggi kedudukan itu.”
Mengenai kemunculan Dabbah dan Ya’juj Ma’juj, hal itu diyakini sepenuhnya oleh Muhammadiyah karena diterangkan oleh al-Qur’an, masing-masing dalam surat an-Naml ayat 82 dan dalam surat al-Anbiya ayat 96-97, sekalipun secara mujmal dan mubham tanpa ada rinciannya.
Sedangkan Dajjal, tidak disebutkan dalam al-Qur’an, tetapi disebutkan dalam hadits-hadits shahih dan hampir mendekati derajat mutawatir, atau paling tidak bersifat masyhur.
Sumber: Majalah SM No 7 Tahun 2009